Keterbatasan UU Telekomunikasi No 36
Undang-Undang Telekomunikasi (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi) adalah undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan dan aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh seluruh penyelenggara dan pengguna telekomunikasi di Indonesia. Hal itu mencakup tentang asas & tujuan telekomunikasi, hak dan kewajiban penyelenggara dan pengguna telekomunikasi, penomoran, interkoneksi, tarif, dan perangkat telekomuniasi, juga ketentuan pidana dan sanksi.
Pada postingan kali ini saya akan membahas tentang UU nomor 36, khususnya dalam hal penyadapan.
UU Nomor 36, Pasal 40
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
UU Nomor 36, Pasal 43
Pemberian rekaman informasi oleh penyelenggara jasa telekomunikasi kepada pengguna jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan untuk kepentingan proses peradilan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), tidak merupakan pelanggaran Pasal 40.
Pada pasal 40 dijelaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan informasi, kecuali untuk proses peradilan pidana. Menurut saya pengembangan dari pasal ini masih sangat luas, seperti halnya perlu dijelaskan sanksi secara lebih detail.
Sebagai contoh Kasus penyadapan presiden dimana dilakukan oleh negara lain, apakah kasus penyadapan ini akan dikenakan sanksi yang sama seperti halnya terhadap perorangan ? Pada dasarnya dalam UU Nomor 36 hanya menjelaskan bahwa pelanggaran terhadap pasal 40 adalah pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Jadi menurut saya perlunya menjelaskan lingkup penyadapan, apakah hanya perorangan, organisasi, tingkat pemerintahan daerah atau hingga antar negara. Dan juga pemberian sanksi harus sesuai dengan lingkup penyadapan.
Sumber :